Japanese : Bijimu Pecah ,Sosismu Kebakar #2 Movie Blue
Tinjauan Blue Film
Efek PornografiTeori-teori komunikasi membenarkan bahwa isi media yang datang secara berulang- ulang dan menarik perhatian khalayak akan memiliki efek terhadap khalayak tersebut. Begitu juga dengan pornografi. Pornografi sebenarnya tidak mudah mempengaruhi mereka yang sudah memiliki keyakinan bahwa seks di luar nikah adalah salah, atau bahwa perempuan harus selalu diperlakukan dengan hormat, atau bahwa kejahatan seksual adalah kejahatan yang biadab. Tapi bila pornografi terus menerus mendatangi melalui film, video, VCD/DVD, internet, lagu, program televisi, novel, majalah, surat kabar, akan sangat bisa dimengerti bila orang tersebut perlahan-lahan terganggu keyakinannya, sehingga akhirnya mendukung ‘desakralisasi seks’. Efek ini akan semakin mudah terlihat pada mereka yang sejak semula memang tidak memiliki sikap yang menentang perilaku seks bebas (Armando, 2004).
Media audio-visual (pandang-dengar)
seperti program televisi, film layar lebar, video, laser disc, VCD, DVD, game komputer, atau ragam media audio visual lainnya yang dapat diakses di internet:
a) Film-film yang mengandung adegan seks atau menampilkan artis yang tampil dengan berpakaian minim, atau tidak (atau seolah-olah tidak) berpakaian.
b) Adegan pertunjukan musik dimana penyanyi, musisi atau penari latar hadir. dengan tampilan dan gerak yang membangkitkan syahwat penonton.
Memperoleh seperangkat nilai dan siytem etika sebagai pedoman berperilaku
Sedangkan menurut Hurlock (1990), seluruh tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Adapun tugas perkembangan remaja adalah
- Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
- Mencapai peran sosial pria dan wanita
- Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif
- Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
- Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
- Mempersiapkan karir ekonomi untuk masa yang akan datang
- Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
- Memperoleh nilai-nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku dan mengembangkan Idiologi.
Alur Cerita
EducationKalau yang mengkonsumsi pornografi adalah anak-anak dan remaja. Mereka berada pada usia yang sedang asyik belajar tentang kehidupan dan meniru apayang dilakukan orang dewasa. Dalam usia itu, mereka masih dalam proses mencari dan belum memiliki keyakinan yang teguh. Karenanya, bila mereka menjadi konsumen pornografi, bisa diduga mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang mempraktekkan perilaku seks bebas (Armando, 2004). Cline, 1986 dalam Armando (2004), menyebutkan bahwa ada tahap-tahap efek pornografi bagi mereka yang mengkonsumsi pornografi. Namun demikian efek pornografi tidak terjadi secara langsung. Efek pornografi dapat dilihat setelah beberapa waktu (jangka panjang). Tahap-tahap dibawah ini adalah tahap efek pornografi yang dialami oleh konsumen pornografi:
1. Tahap addiction (kecanduan).
Sekali seseorang menyukai materi cabul, ia akan mengalami ketagihan. Kalau yang bersangkutan tidak mengkonsumsi pornografi maka ia akan mengalami “kegelisahan”. Ini bahkan dapat terjadi pada pria berpendidikan atau pemeluk agama yang taat.
2. Tahap Escalation (eskalasi).
Setelah sekian lama mengkonsumsi media porno, selanjutnya ia akan mengalami efek eskalasi. Akibatnya seseorang akan membutuhkan materi seksual yang lebih eksplisit, lebih sensasional, lebih ‘menyimpang’ dari yang sebelumnya sudah biasa ia konsumsBila semula, ia sudah merasa puas menyaksikan gambar wanita telanjang, selanjutnya ia ingin melihat film yang memuat adegan seks. Setelah sekian waktu, ia merasa jenuh dan ingin melihat adegan lebih eskplisit atau lebih liar, misalnya adegan sex berkelmpok (sex group). Perlahan-lahan itupun akan menjadi Nampak biasa, dan iamulai menginginkan yang lebih ‘berani’ dan seterusnya. Efek kecanduan dan eskalasi menyebabkan tumbuhnya peningkatan permintaan terhadap pornografi. Akibatnya kadar ‘kepornoan’ dan ‘keeksplisitan’ produk meningkat. Kedua efek ini berpengaruh terhadap perilaku seks seseorang.
3. Tahap Desensitization (Desensitisasi).
Pada tahap ini, materi yang tabu, immoral, mengejutkan, pelan-pelan akan menjadi sesuatu yang biasa. Pengkonsumsi pornografi bahkan menjadi bahwa para pelaku masuk dalam kategori ‘hard core’ menganggap bahwa para pelaku pemerkosaan hanya perlu diberi hukuman ringan.
4. Tahap Act-out.
Pada tahap ini, seorang pecandu pornografi akan meniru atau menerapkan perilaku seks yang selama ini ditontonnya di
Media. Ini menyebabkan mereka yang kecanduan pornografi akan cenderung sulit menjalin hubungan seks penuh kasih saying dengan pasangannya. Ini terjadi karena film- film porno biasa menyajikan adegan-adegan seks yang sebenarnya tidak lazim atau sebenarnya di anggap menjijikan atau menyakitkan oleh wanita dalam keadaan normal. Ketika si pria berharap pasangannya melakukan meniru aktivitas semacam itu, keharmonisan hubungan itupun menjadi retak.